Pendidikan

KUALITAS PELAYANAN DAN AKSELERASI DIGITAL GOVERNANCE MASA PANDEMI

1174
×

KUALITAS PELAYANAN DAN AKSELERASI DIGITAL GOVERNANCE MASA PANDEMI

Sebarkan artikel ini

Bengkulu, SMI

Keluhan masyarakat tentang kualitas pelayanan publik oleh pemerintah sudah sering kita dengar. Beberapa diantaranya adalah lamanya waktu pelayanan, ketidakhadiran aparat pelayan publik saat dibutuhkan, persyaratan jangan sampai berbelit-belit bahkan istilah ‘orang dalam’ menjadi isu miring seputar pelayanan oleh organisasi pemerintahan.

Masalah kualitas pelayanan publik telah puluhan tahun menarik minat dunia akademisi dan menjadi fokus kajian berbagai ahli di dunia, dan sampai saat ini masih menjadi topik yang tidak habis di bahas di berbagai riset ilmiah.

Hal ini terjadi karena standar kepuasan manusia semakin tinggi seiring semakin kompleks kehidupan. Konsep kepuasan pelanggan dan atau pelayanan berkualitas pada organisasi publik semakin menarik karena sifatnya yang berbeda dengan organisasi privat.

Pelayanan oleh pemerintah harus mengedepankan unsur keadilan. Pemerintah tidak boleh membedakan kelompok penerima layanan, sementara organisasi privat dapat memilih pelanggan, melakukan klasifikasi, dan memberikan prioritas.

Pemerintah tidak boleh memilih kelompok warga yang akan dilayani, semuanya harus memperoleh pelayanan walaupun dengan cara jemput bola. Pelayanan yang dilakukan pemerintah ini berkaitan dengan distribusi barang dan jasa untuk publik.

Barang dan jasa tersebut terdiri dari 9 kelompok barang dan jasa yaitu, kebutuhan dasar; legalitas hukum; sarana dan prasarana perekonomian; faslitas sosial dan faslilitas umum; pemeliharaan terhadap fakir miskin dan anak terlantar; pemberdayaan kelompok masyarakat tidak beruntung; sarana dan prasarana olah raga dan rekreasi; tata usaha pelayanan; dan perlindungan rakyat.

Semua kelompok lapisan masyarakat di manapun mereka berada harus dapat mengakses semua jenis barang dan jasa publik tersebut, inilah yang dimaksud dengan pelayanan publik yang berkeadilan. Pelayanan publik yang berkeadilan dan berkualitas dapat dilihat dari beberapa indikator seperti yang dikemukakan oleh Carson dan Schwarz mulai dari (1) kemudahan yaitu ukuran tingkat dimana pelayanan pemerintah adalah mudah diperoleh dan didapat masyarakat; (2) keamanan, yaitu ukuran tingkat dimana pelayanan yang telah disediakan membuat masyarakat merasa aman dan yakin ketika mereka menerimanya; (3) keandalan, yaitu menilai tingkat dimana pelayanan pemerintah disediakan secara benar dan tepat waktu, (4) perhatian kepada orang, yaitu ukuran tingkat dimana aparat pelayanan menyediakan informasi kepada masyarakat dan bekerja dengan mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka; (5) pendekatan pemecahan masalah; (6) keadilan, yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya bahwa pemerintah diperlakukan sama untuk semua orang; (7) tanggung jawab keuangan yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya bahwa pemerintah daerah menyediakan palayanan sebagaimana mestinya yang menggunakan uang secara bertanggung jawab; (8) pengaruh masyarakat, yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang mereka terima dari pemerintah daerah.

Ukuran kualitas pelayanan tersebut tidak bisa sepenuhnya digunakan dalam menilai pelayanan publik khususnya di masa pandemi. Berbagai fungsi pemerintahan terdistrosi oleh kondisi selama wabah melanda.

Berbagai kebijakan yang dipilih pemerintah telah merubah pola pelayanan publik, apalagi berbagai bentuk kebijakan pembatasan aktivitas di luar rumah yang dapat menyebabkan kerumunan sehingga pelayanan virtual dipilih menggantikan tatap muka.

Pelayan publik dipaksa untuk adaptif terhadap perubahan dengan tetap beraktifitas di rumah walaupun harus lewat media online. Namun, demikian pemerintah tidak boleh menjadikan pandemi sebagai alibi dari masalah kualitas pelayanan.

Pelayanan pemerintah dalam mendistribusikan barang dan jasa publik tersebut justru seharusnya semakin baik di masa pandemi ini, karena akselerasi digitalisasi pelayanan publik seharusnya menjadi solusi dari berbagai hambatan atau keruwetan yang selama ini dialami oleh masyarakat.

Pelayanan virtual seharusnya menyelesaikan masalah ‘absennya birokrat’ sebab dimana pun pelayan publik berada, pelayanan harus tetap terlaksana; pun begitu dengan masalah antrian lama dalam menunggu giliran pelayanan, bahkan istilah ‘orang dalam’ tidak lagi menjadi isu di dunia digital.

Namun, tentu saja pelayanan seperti ini masih memiliki kelemahan dan ukuran kualitas pelayanan publik yang sebelumnya digunakan harus pula mengalami perubahan. Salah satunya adalah indikator perhatian dan atau empati tidak lagi bisa digunakan sebagai tolak ukur pelayanan yang berkualitas di dalam digital governance.

Di sisi lain, ada pula kelompok masyarakat yang tidak familiar dengan teknologi sehingga tidak siap dengan pelayanan yang berbasis digital yang patut menjadi perhatian pemerintah, karena tidak semua warga negara melek teknologi dan terkoneksi.

Ada pula keraguan masyarakat tentang unsur keamanan informasi pribadi yang dianggap rentan diretas. Pemerintah diharapkan mampu menyelesaikan hambatan ini dengan mengedukasi masyarakat atau menyiapkan sentra-sentra pelayanan digital yang aksesibel disertai operator.

Akselerasi pelayanan publik di masa pandemi merupakan kesempatan baik bagi pemerintah untuk membenahi kualitas pelayanan publik yang selama ini bermasalah di titik kritis pelayanan tatap muka. Pemerintah harus pula membuat formula baru dalam kontrak pelayanan menjelang era normal baru dimana digital governance akan tetap menjadi pilihan utama dalam pelayanan publik yang mengedepankan kualitas.

Penulis

Dr. Desaita Rahayu, S.IP., M.Si

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *