Jambi, SMI
Terkait salah satu oknum ASN Jambi yang diduga mengelola kayu dilindungi, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tegaskan kayu bulian dilarang dikelola, dan segera panggil pihak terkait.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, melalui Sekretaris Dinas, Yazel Fatra, menjelaskan tidak dibolehkannya penyimpanan dan pengelolaan kayu bulian, “lihat asal usulnya, kalo dari hutan tidak boleh,” jelasnya saat diwawancarai media ini di ruang kerjanya. Kamis (21/04).
“Nanti ada bidangnya, bagian yang mengawasi industri-industri seperti itu, ini akan kita tindaklanjuti secepatnya oleh posisi yang membidangi bersama kepala bidangnya,”
Sebelumnya, pantauan dilokasi, Selasa (20/04), pada bangsal tersebut terdapat setidaknya ratusan balok kayu bulian yang saat itu hendak disugu, terdapat pula kusen-kusen serta daun pintu yang terbuat dari kayu bulian.
Salah satu pekerja yang saat itu sedang membuat salah satu kusen pintu membenarkan menggunakan kayu bulian.Terkait aktifitas sendiri pekerja tersebut tidak mengetahui dengan pasti dari mana kayu-kayu ini datang, “mobil masuk setidaknya 2 minggu sekali,” terang pekerja tersebut yang enggan disebut namanya.
Sementara pekerja lainnya menjelaskan masuknya kayu dari daerah Bintialo Kecamatan Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin, “masuk dari palembang, bintialo,” jelasnya.
Pengelola bansal tersebut yang juga merupakan salah satu oknum ASN di Jambi ini, mengaku hanya menerima jasa suguan, yang padahal pantaun dilokasi juga terlihat proses pembuatan kusen dan daun pintu, “Kami yang menerima jasa suguan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, berdasarkan undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, Pasal 17 ayat (2) huruf e, orang perseorangan yang dengan sengaja membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e diancam dengan pidana pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (Redaksi)